Pengertian Yatim

Pertanyaan : “Assalamu’alaikum, Ustadz, mohon diulas definisi anak yatim, Yatim itu seperti apa ya?”


Terdapat perbedaan pengertian “yatim” ditinjau dari pengertian bahasa Indonesia dan pengertian syariat. Penting mengetahui pengertian syariatnya agar tidak salah memahami nash yang terkait dengan hukum Islam semisal anjuran menyantuni anak yatim.


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yatim adalah tidak beribu atau tidak berayah lagi (karena ditinggal mati). Jika dikombinasikan dengan piatu maka maknanya adalah tidak punya bapak dan ibu.

Kesimpulannya yatim adalah yang salah satu orang tuanya meninggal dunia, sedangkan yatim piatu adalah kedua orang tuanya sudah meninggal. (sumber KBBI)

“Yatim” dalam pengertian syariat adalah anak yang ditinggal mati bapaknya dan ia belum mencapai usia baligh. Karena kurang paham pengertian syariat, sebagian kaum muslimin memberikan santunan kepada orang yang tidak ada ayahnya tetapi sudah baligh bahkan ia sudah menikah dan mempunyai keluarga.

Pengertian ini berdasarkan hadits :

لَا يُتْمَ بَعْدَ احْتِلَامٍ

“Tidak ada yatim setelah ihtilaam (mimpi basah/baligh).” [Sunan Abu Dawud, No. 2873 dan dihukumi shahih oleh syaikh al-Albani]

Dalam Kamus Bahasa Arab Mu’jam Al-Ma’ani Al-Jami’ dijelaskan pengertian Yatim:


الصَّغيرُ الفاقدَّ الأَبِ من الإِنسان ، والأُمِّ من الحيوان

“Anak kecil dari manusia yang kehilangan (ditinggal mati) bapaknya, sedangkan pada hewam jika kehilangan ibunya.” [Kamus Mu’jam Al-Ma’ani Al-Jami’]

Dari pengertian ini maka kita tidak boleh keliru lagi memahami beberapa hal terkait yatim dalam syariat semisal: Keutamaan menyantuni anak yatim

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ﺃَﻧَﺎ ﻭَﻛَﺎﻓِﻞُ ﺍﻟْﻴَﺘِﻴﻢِ ﻓِﻰ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﻫﻜَﺬَﺍ ‏» ﻭﺃﺷﺎﺭ ﺑﺎﻟﺴﺒﺎﺑﺔ ﻭﺍﻟﻮﺳﻄﻰ ﻭﻓﺮﺝ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﺷﻴﺌﺎً

“Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta agak merenggangkan keduanya.” [HR. al-Bukhari No. 4998 dan 5659]

Melembutkan hati yang keras dengan mengusap kepala anak yatim :

ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲْ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﺃَﻥَّ ﺭَﺟُﻠًﺎ ﺷَﻜَﺎ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺳُﻮْﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺴْﻮَﺓَ ﻗَﻠْﺒِﻪِ، ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻟَﻪُ: ﺇِﻥْ ﺃَﺭَﺩْﺕَ ﺗَﻠْﻴِﻴْﻦَ ﻗَﻠْﺒِﻚَ ﻓَﺄَﻃْﻌِﻢِ ﺍﻟْﻤِﺴْﻜِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻣْﺴَﺢْ ﺭَﺃْﺱَ ﺍﻟْﻴَﺘِﻴْﻢِ

“Dari Abu Hurairah, bahwasanya ada seseorang yang mengeluhkan kerasnya hati kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau berkata kepadanya:

“Jika engkau ingin melembutkan hatimu, maka berilah makan kepada orang miskin dan usaplah kepala anak yatim.” [HR. Ahmad, ash-Shahihah syaikh al-Albani]

Demikian yang kami sampaikan mengenai pengertian yatim. Untuk kebenaran yang haq hanyalah milik Allah SWT. Wallahu A’lam Bish-Showab… <ali>

Amalan Bulan Sya’ban

Nama Sya’ban diambil dari kata Sya’bun (Arab: شعب), yang artinya kelompok atau golongan. Dinamakan Sya’ban, karena pada bulan ini, masyarakat jahiliyah berpencar mencari air. Dan didaalam sumber lain di sebutkan bahwa kata sya’bun di artikan sebagai bulan mulia, dimana di bulan ini tidak ada peperangan. 

Jadi, dapat kita simpulkan dari pengertian diatas bahwasannya bulan sya’ban merupakan bulan yang sangat mulia dan bulan di mana kita lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan bulan di mana kita harus menghindari segala hal yang mendatangkan perselisihan dan hal–hal yang sifatnya negatif. 

Bulan sya’ban juga merupakan bulan di mana kita sebagai seorang muslim mempersiapkan diri untuk menghadapi puasa di bulan Ramadhan. Di bulan Sya’ban banyak yang lalai untuk beramal sholih. Mengenai bulan Sya’ban, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda : 

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ 
Artinya : “Bulan Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.” [HR. An-Nasa’i No. 2357. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan]

Kemudian sedikit kami sampaikan bahwa amalan yang dianjurkan pada bulan Sya’ban ini antara lain melaksanakan puasa sunnah. Sebuah hadits meriwayatkan, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan ;

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ . فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ 
Artinya : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa, sampai kami katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” [HR. Bukhari No. 1969 dan Muslim No. 1156] 
Adapun untuk lafadz bacaan niat puasa Sya’ban adalah sebagai berikut :

نويت صوم شهر شعبان سنة لله تعالى
Latin : “NAWAITU SHAUMA SYAHRI SYA’BAAN SUNNATAN LILLAHI TA’ALA”
Artinya : “Saya niat puasa bulan sya’ban sunnah karena Allah ta’ala”

Di bulan Sya’ban juga amat dekat dengan bulan Ramadhan, sehingga bagi yang masih memiliki hutang puasa, maka ia punya kewajiban untuk segera melunasinya. Jangan sampai tertunda dan terlewat bulan Ramadhan berikutnya.

Dari Abu Salamah, beliau mengatakan bahwa beliau mendengar ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan ;

كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ
Artinya : “Aku masih memiliki utang puasa Ramadhan. Aku tidaklah mampu mengqodho’nya kecuali di bulan Sya’ban.” [HR. Bukhari No. 1950 dan Muslim No. 1146]

Yahya (salah satu perowi hadits) mengatakan bahwa hal ini dilakukan ‘Aisyah karena beliau sibuk mengurus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Semoga Allah SWT. memudahkan kita mengikuti suri tauladan Rasulullah SAW. untuk memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. Semoga kita termasuk orang yang mendapat keutamaan yang disebutkan dalam hadits berikut: 

وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ 
Artinya : “Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.” [HR. Bukhari No. 2506]
Karenya hanya dengan hidayah-Nya kita dapat melaksanakan apa yg telah menjadi kewajiban kita sebagai ummat muslim.
Firman Allah SWT. di dalam Al-Qur’an :

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ 
Artinya : “Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. [QS. Al-Qashash (28) : 56]
Wallahu A’lam Bish Shawab……

Dahsyatnya Sedekah

Alhamdulillah, kita masih diberikan kesehatan dan keimanan, serta beberapa nikmat yang tak terhingga yang telah Allah SWT. karuniakan kepada kita semua.

“Yayasan Mi’raj Mulia” tak henti-hentinya mengajak banyak pihak khususnya kaum muslimin dan muslimat, untuk bersama-sama menjadi penghuni surga kelak di akhirat, dimana disana tidak ada lagi pilihan dan negosiasi kepada sang kholiq untuk memilih dimana kita akan tinggal dan bersama siapa kita akan berjuma. Pilihan itu hanya dapat kita upayakan selama kita hidup di dunia ini.

Merujuk pada Firman Allah SWT. :

وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ 

Artinya : “Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” [QS. Al-Munafiqun (63): 11].

Ayat tersebut merupakan penjelasan dari ayat sebelum nya :


وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ 
Artinya : “Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali) “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.” [QS. Al-Munafiqun (63): 10]. 

Mengapa ia menyebut bersedekah. Padahal, banyak amal shaleh lainnya yang tak kalah dahsyat pahalanya. Sebut saja shalat sunah, baca Al-Quran, berpuasa, berzikir, berjihad, atau berangkat haji ke Tanah Suci. Mengapa ia memilih bersedekah dari sekian banyak amal-amal shaleh yang ada? Para ulama mengatakan, karena setelah kematiannya ia melihat sedemikian dahsyatnya pahala sedekah. 

Pesan Rasulullah SAW. diriwayatkan dalam sebuah Hadits : 

يَا عَائِشَة اسِتَتِرِيْ مِنَ النَّارِ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ ,فَإِنَّهَا تَسُدُّ مِنَ الْجَائِعِ مَسَدَّهَا مِنَ الشَّبْعَان 
Artinya : “Wahai ‘Aisyah, berlindunglah dari siksa api neraka walau dengan sebutir kurma, karena ia menutupi kelaparan dari orang yang lapar dan menggantinya dengan kenyang!”
[HR. Ahmad, al-Bazzar, Ibnu Khuzaimah, al-Albani Rahimahullah berkata: Hasan Lighairihi (Shahîh At-Targhib 865)]

Intinya, sedekah merupakan amalan yang praktis, mudah dilaksanakan, dan sangat dahsyat sebagai penyelamat seseorang di akhirat kelak. Bersedekah tak begitu sulit, tidak banyak menyita waktu. Sedekah bisa dilakukan siapa pun dan di manapun. Sedekah tak perlu ritual khusus, seperti harus berwudhu jika hendak shalat, harus /istitha’ah/ berkesanggupan (jika ingin haji), dan seterusnya. 

Sayangnya, selama di dunia banyak yang enggan bersedekah. Mereka terlalu sayang dengan harta walaupun mereka yakin bahwa harta tersebut tak akan dibawa mati. Ketika maut menjelang, harta berpindah tangan kepada orang lain. Ia baru akan merasakan, betapa meruginya selama di dunia menjadi orang yang bakhil.

Padahal di dalam Al-Qur’an Allah SWT. berfirman :


وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا ءَاتَاهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya : “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan akan dikalungkan kelak di lehernya pada hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [QS. Ali-Imran (3) : 180] 

Namun, pada kenyataannya masih banyak orang yang mengaku beriman namun tidak percaya dengan sabda Nabi mereka sendiri, dan bahkan dari perintah Allah yang meciptakan dirinya sendiri. Mereka meragukan jaminan Nabi mereka bagi orang yang bersedekah, mereka melalaikan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT. Bahkan mereka cenderung begitu sayang untuk merelakan harta terbaik mereka untuk disedekahkan. Padahal, sedekah itulah tabungan mereka di akhirat yang akan setia mendampingi mereka. Ketika mereka sudah melihat akhirat, barulah mereka sadar, sedekahlah amal saleh dahsyat yang mampu menyelamatkan mereka. 

Dalam riwayat lain diterangkan pada sebuah hadits, seorang wanita pelacur diampuni dosanya hanya karena memberi setadah air kepada seekor anjing.


بَيْنَمَا كَلْبٌ يُطِيفُ بِرَكِيَّةٍ قَدْ كَادَ يَقْتُلُهُ الْعَطَشُ إِذْ رَأَتْهُ بَغِىٌّ مِنْ بَغَايَا بَنِى إِسْرَائِيلَ فَنَزَعَتْ مُوقَهَا فَاسْتَقَتْ لَهُ بِهِ فَسَقَتْهُ إِيَّاهُ فَغُفِرَ لَهَا بِهِ

Artinya : “Pada suatu ketika ada seekor anjing mengelilingi sebuah sumur. Anjing itu hampir mati kehausan. Tiba-tiba dia terlihat oleh seorang wanita pelacur dari bangsa Israil. Maka dia (pelacur) membuka kasutnya. Kemudian dia mencedok air dengan kasutnya, lalu anjing itu diberi minum. Karena hal itu Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengampuni dosa-dosa wanita itu.”[Sahih Bukhari, No. 3208, Sahih Muslim, No. 4163, Musnad Ahmad, No. 10178]
Sedemikian hebatnya sedekah, bahkan sedekah ringan memberi minum binatang sejenis anjing pun diperhitungkan oleh Allah SWT.

Apalagi, sedekah dari orang-orang yang sholih dan rajin shalat, dan sedekahnya pun lebih bermanfaat untuk fakir miskin dan kaum dhuafa, menyantuni anak yatim, serta membangun tempat ibadah dan lembaga pendidikan. Tentu, hal ini lebih dahsyat lagi menolong sahibnya di akhirat kelak.

Semoga kita sebagai ummat muslim pada umumnya dan sahabat “Yayasan Mi’raj Mulia” selalu dapat bebuat kebaikan dimuka bumi ini sebagai bekal kelak di hari dimana semua diperhitungkan.

Wallahu A’lam Bish Showab…

Pahala dan Keutamaan Menyantuni Anak Yatim

Keutamaan Menyantuni Anak Yatim Piatu

Dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Artinya : “Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta agak merenggangkan keduanya [1].

Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan dan pahala orang yang menyantuni anak yatim, sehingga imam Bukhari mencantumkan hadits ini dalam bab: keutamaan orang yang mengasuh anak yatim.
Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:

  • Makna hadits ini: orang yang menyantuni anak yatim di dunia akan menempati kedudukan yang tinggi di surga dekat dengan kedudukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam [2].
  •  Arti “menanggung anak yatim” adalah mengurusi dan memperhatikan semua keperluan hidupnya, seperti nafkah (makan dan minum), pakaian, mengasuh dan mendidiknya dengan pendidikan Islam yang benar
  • Yang dimaksud dengan anak yatim adalah seorang anak yang ditinggal oleh ayahnya sebelum anak itu mencapai usia dewasa.
  • Keutamaan dalam hadits ini belaku bagi orang yang menyantuni anak yatim dari harta orang itu sendiri atau harta anak yatim tersebut jika orang itu benar-benar yang mendapat kepercayaan untuk itu
  • Demikian pula, keutamaan ini berlaku bagi orang yang menyantuni anak yatim yang punya hubungan keluarga dengannya atau anak yatim yang sama sekali tidak punya hubungan keluarga dengannya.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan mengasuh anak yatim, yang ini sering terjadi dalam kasus “anak angkat”, karena ketidakpahaman sebagian dari kaum muslimin terhadap hukum-hukum dalam syariat Islam, di antaranya:

  1. Larangan menisbatkan anak angkat/anak asuh kepada selain ayah kandungnya, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak (kandung) mereka; itulah yang lebih adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu” (QS al-Ahzaab: 5).

  1. Anak angkat/anak asuh tidak berhak mendapatkan warisan dari orang tua yang mengasuhnya, berbeda dengan kebiasaan di zaman Jahiliyah yang menganggap anak angkat seperti anak kandung yang berhak mendapatkan warisan ketika orang tua angkatnya meninggal dunia.
  2. Anak angkat/anak asuh bukanlah mahram , sehingga wajib bagi orang tua yang mengasuhnya maupun anak-anak kandung mereka untuk memakai hijab yang menutupi aurat di depan anak tersebut, sebagaimana ketika mereka di depan orang lain yang bukan mahram, berbeda dengan kebiasaan di masa Jahiliyah.

Pahala Mengasuh Anak Yatim Piatu

Berbahagialah orang-orang yang di rumahnya terdapat anak yatim karena Rasulullah memberikan jaminan pertama, memiliki pahala yang setaraf dengan jihad. Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Barang siapa yang mengasuh tiga anak yatim, maka bagaikan bangun pada malam hari dan puasa pada siang harinya, dan bagaikan orang yang keluar setiap pagi dan sore menghunus pedangnya untuk berjihad di jalan Allah. Dan kelak di surga bersamaku bagaikan saudara, sebagaimana kedua jari ini, yaitu jari telunjuk dan jari tengah.” (H.R. Ibnu Majah).

Kedua, mendapat perlindungan di hari kiamat. Rasulullah Saw. bersabda, “Demi Allah yang mengutusku dengan kebenaran, di hari kiamat Allah Swt. tidak akan mengazab orang yang mengasihi anak yatim, dan bersikap ramah kepadanya, serta bertutur kata yang manis. Dia benar-benar menyayangi anak yatim dan memaklumi kelemahannya, dan tidak menyombongkan diri pada tetangganya atas kekayaan yang diberikan Allah kepadanya.” (H.R. Thabrani).

Ketiga, masuk surga dengan mudah. Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang memelihara anak yatim di tengah kaum muslimin untuk memberi makan dan minum, maka pasti Allah memasukkannya ke dalam surga, kecuali jika ia telah berbuat dosa yang tidak dapat diampuni.” (H.R. Tirmidzi)