Batasan Usia Anak Yatim?

Assalamu ‘alaikum, bpk/ibu pengurus Yayasan Mi’raj Mulia, yang terhormat.

Setahu saya, batasan anak yatim itu sampai anak tersebut balik. Sesudah balik, ia tidak berhak lagi memperoleh santunan.

Tapi ada seseorang yang mengatakan, batasan yatim itu balik, tetapi ketika anak yatim yang sudah balik itu masih bersekolah di sekolah umum atau di madrasah walaupun si dia sudah SMA/sederajat, ia dikatakan masih berhak mendapat santunan yatim.

Hal tersebut bagaimana? Atau berapa sih batasan usianya yang benar? Mohon penjelasannya. Terima kasih.

Wassalamu ‘alaikum.

Jawaban :

Bismillah, WashShalaatu WasSalaamu ‘Alaa Rasulillah….

Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Ta’aala,  Wabarokaatuh.

Hamba Allah, penanya yang dirahmati Allah, semoga Allah selalu memberikan karunia untuk kita semua.

Aamiin…

Terimakasih atas perhatian dan responnya terhadap Yayasan Mi’raj Mulia.

Sedikit kami sampaikan, mengenai dasar menentukan penerima santunan, utamanya dengan kategori yatim.

Jika seorang bapak / ayah meninggal, anak-anak yang ditinggalkannya menyandang status yatim. Anak yang menyandang status yatim, berhak menerima santunan.

Sampai kapan ia berhak menerima santunan? Hadits Nabi Muhammad SAW menyebut batasan yatim pada baligh. Berikut ini keterangan Imam An-Nawawi :

وأما نفس اليتم فينقضي بالبلوغ وقد ثبت أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لا يتم بعد الحلم، وفي هذا دليل للشافعي ومالك وجماهير العلماء أن حكم اليتم لا ينقطع بمجرد البلوغ ولا بعلو السن، بل لا بد أن يظهر منه الرشد في دينه وماله. وقال أبو حنيفة: إذا بلغ خمسا وعشرين سنة زال عنه حكم الصبيان، وصار رشيدا يتصرف في ماله، ويجب تسليمه إليه وإن كان غير ضابط له

Status yatim sendiri selesai lantaran baligh. Sebuah riwayat menyebut Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada keyatiman setelah baligh”. Hadits ini menjadi dalil bagi Imam Syafi’i, Imam Malik, dan jumhur ulama yang berpendapat bahwa status yatim tidak selesai karena baligh semata atau bertambahnya usia yatim. Akan tetapi yang perlu kita fahami ialah sebuah kedewasaan dalam beragama maupun kematangan dalam mengelola harta harus juga tampak pada si yatim. Sedangkan jika di dasarkan dari pendapat Imam Abu Hanifah : jika seseorang yatim sudah mencapai usia 25 tahun, statusnya sebagai anak lenyap darinya. Ia menyandang status dewasa yang dapat mengatur sendiri perekonomiannya. Kita pun wajib menyerahkan harta (peninggalan orang tuanya) kepadanya sekalipun ia bukan orang yang cermat.

(Silahkan lihat Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, Minhajul Muslim fi Syarhi Shahihi Muslim, Darul Hadits, Kairo, edisi cetakan ke-4, 2001, juz 6, halaman 433).

Menyambut keterangan Imam An-Nawawi di atas, Wahbah Az-Zuhaily menyebut sejumlah batasan perihal yatim yang menerangkan :

لكن أجمع العلماء أن الصبي إذا بلغ سفيها يمنع منه ماله لقوله تعالى وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا . فإن أصبح راشدا ببلوغ خمس وعشرين سنة، فيسقط حينئذ منع المال عنه لقوله تعالى وَابْتَلُوا الْيَتَامَى حَتَّى إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ

Ulama sepakat bahwa ketika seorang anak yatim sudah balig tetapi masih belum sempurna akalnya (belum bisa mengatur harta dengan benar), ia tidak diperbolehkan mengatur hartanya. Ini didasarkan pada firman Allah di surat An-Nisa ayat 5 yang berbunyi “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta mereka (yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.” Namun, ketika dia baligh dan sudah matang pikirannya dengan mencapai usia 25 tahun, gugurlah penangguhan atas pengelolaan sendiri harta mereka. Dalam hal ini didasarkan pada firman Allah di surat An-Nisa (4) ayat 5 : “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Jika kamu merasa mereka telah matang (bisa mengatur harta dengan benar), serahkanlah harta-hartanya kepada mereka.”

(Silahkan buka Wahbah Az-Zuhaily, Ushulul Fiqhil Islami, Darul Fikr Mu’ashir, Beirut, juz : 1, halaman 181).

Dari dasar sumber di atas kita dapat menyimpulkan bahwa anak yatim meskipun sudah baligh di usia 15 tahun secara fisik masih berhak menerima santunan.

Di samping itu masyarakat juga bertanggung jawab atas pengajaran agama dan pendidikan yang memadahi, sesuai dengan kemampuan dari masing-masing pihak, agar anak yatim tersebut dapat menjalankan praktik beragama secara wajar dan mandiri secara perekonomian ke depan.

Terlebih dalam lingkup pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan dasar Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, anak-anak kita wajib dan berhak mendapat pendidikan sekolah selama 12 (dua belas) tahun, sebagai bekal hidupnya ke depan.

Jadi menurut hemat kami, anak-anak yatim yang masih sekolah atau sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi tetap kami upayakan untuk menerima semacam santunan.

Dan sekalipun sebagian dari kita ada yang berbeda pendapat, mari kita kembalikan dan serahkan semuanya kepada Allah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

[QS. An Nisa (4) : 59]

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.

[QS. Al-Zalzalah (99) : 7]

Demikian uraian singkat yang dapat kami sampaikan. Semoga keterangan ini dapat kita fahami bersama dan dapat menjadi jawaban.

InsyaAllah kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari seluruh pihak, subhanallah, walhamdulillah, Allahu akbar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *